Hukum Adzan Ketika Hendak Safar

hukum menunda munda, Info Umroh, Umroh Murah, Umroh Surabaya, Umroh 2018,  Paket Umroh Murah, Travel Umroh Surabaya, Travel Umroh murah, Umroh Murah Surabaya artikel umroh, info  umroh murah, info umroh murah terbaru,  info umroh murah 2018, info umroh 2018, info umroh surabaya
hukum menunda munda, Info Umroh, Umroh Murah, Umroh Surabaya, Umroh 2018, Paket Umroh Murah, Travel Umroh Surabaya, Travel Umroh murah, Umroh Murah Surabaya artikel umroh, info umroh murah, info umroh murah terbaru, info umroh murah 2018, info umroh 2018, info umroh surabaya

Mabrur Mandiri Umroh Murah Surabaya – Di beberapa masjid, ketika seseorang hendak berangkat haji, dia diadzani. Apa praktek ini benar? ada yang bilang, itu ada dalil riwayat Bukhari dan Muslim…

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Sebelum kita beranjak pada masalah dalil, terlebih dahulu kami ajak anda untuk memahami satu prinsip berikut.

Semua kaum muslimin paham bahwa islam adalah agama sempurna. Dan semua kegiatan yang sifatnya ibadah, telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kamiharap, anda mengakui hal ini. Jika diminta dalilnya, anda bisa baca hadis dari Sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا بَقِيَ شَىءٌ يُقرِّبُ مِنَ الجَنّةِ وَيُبَاعِد مِن النَّار، إِلّا وَقَدْ بُيِّنَ لكم

Tidak tersisa suatu apapun yang bisa mendekatkan diri ke surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali telah dijelaskan kepada kalian. (HR. Thabrani dalam al-Kabir, 1624)

Kemudian Abu Dzar mengatakan,

لَقَدْ تَرَكَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا يَتَقَلَّبُ فِي السَّمَاءِ طَائِرٌ إِلَّا ذَكَّرَنَا مِنْهُ عِلْمًا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggalkan dan tidak ada burung yang mengepakkan sayapnya di langit, kecuali beliau telah menjelaskan ilmunya kepada kami. (HR. Ahmad 21439 dan dihasankan oleh Syuaib al-Arnauth).

Kemudian di sana ada kaidah, jika ada satu perbuatan yang sangat mungkin dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabat, ada motivasi untuk melakukannya dan tidak ada penghalang yang menyebabkan beliau meninggalkan perbuatan itu, akan tetapi beliau tidak mengajarkan perbuatan tersebut, menunjukkan bahwa itu bukan bagian dari ajaran islam.

Sebagai ilustrasi,

Adzan ketika memasukkan jenazah ke kuburan. Mungkinkah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya?

Jawabannya sangat mungkin. Tidak ada yang susah bagi beliau untuk melakukannya. Beliau bisa minta salah seorang sahabat untuk adzan ketika memasukkan jenazah di kuburan. Namun ketika tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau mengadzani mayit ketika memasukkan jenazah di kuburan, maka adzan semacam ini bukan ajaran islam.

Contoh lain,

Pembukuan al-Quran.

Mungkinkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di zaman beliau?

Jawabannya tidak mungkin. Karena selama beliau hidup, wahyu sewaktu-waktu akan turun, yang bisa saja wahyu itu menasakh wahyu sebelumnya. Sehingga tidak mungkin dibukukan. Disamping itu, tidak ada latar belakang yang kuat untuk melakukan itu. Karena penghafal al-Quran sangat banyak dan orang bisa merujuk langsung ke beliau.

Karena itu, pembukuan al-Quran yang dilakukan di zaman sahabat, tidak bertentangan dengan syariat islam.

Kaidah inilah yang digunakan para sahabat ketika mereka mengingkari perbuatan orang lain yang menambahi ajaran syariat. Suatu ketika, ada orang yang bersin di samping Ibnu Umar. Seusai bersin, dia membaca;

الحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ

Alhamdulillah, was salamu ‘ala rasulillah…

Mendengar ini, Ibnu Umar langsung komentar,

وَلَيْسَ هَكَذَا عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَلَّمَنَا أَنْ نَقُولَ: «الحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ»

Bukan seperti ini yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami. Beliau mengajari kami untuk mengucapkan, ’Alhamdulillah ’ala kulli haal.’ (HR. Turmudzi 2738 dan statusnya hasan).

Demikian pula yang dilakukan sahabat Ammarah bin Ruaibah radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau melihat seorang khatib jum’at (Bisyr bin Marwan) yang berdoa dengan mengangkat kedua tangannya. Kemudian Ammarah mengatakan,

قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا يَزِيدُ عَلَى هَذِهِ يَعْنِي السَّبَّابَةَ

Semoga Allah tidak merahmati kedua tangan itu. Sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa di atas mimbar, dan beliau tidak lebih dari isyarat ini. Beliau berisyarat dengan jari telunjuk. (HR. Ahmad 17224, Abu Daud 1104, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Dan masih banyak kasus semacam ini.

Kita beralih ke adzan ketika melepas kepergian haji.

Jika kita ditanya, apa yang sulit bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajarkan hal demikian?

Tentu jawabannya, tidak ada yang sulit. Beliau bisa dengan mudah menyuruh sahabat untuk adzan ketika beliau hendak berangkat haji. Dan juga tidak ada penghalang bagi beliau untuk melakukannya.

Namun tatkala tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa beliau melakukannya, menunjukkan bahwa mengadzani jamaah haji ketika hendak berangkat, BUKAN ajaran syariat.

Ada Dalil Riwayat Bukhari & Muslim?

Kami sempat terheran dengan pernyataan ini. Ada dalil riwayat Bukhari & Muslim tentang mengadzani keberangkatan jamaah haji. Jika memang ada dalilnya riwayat Bukhari & Muslim, tentu praktek semacam ini akan menjadi tradisi yang makruf di masyarakat. Namun yang kita saksikan, tradisi semacam ini hanya ada di beberapa daerah di Indonesia dan sekitarnya. Saya sendiri baru menemukan tradisi ini di Jogja. Waktu di Lamongan Jawa timur, belum pernah melihatnya. Sementara pelepasan jamaah haji, diresmikan di Masjid pusat Kecamatan.

Kemudian, kami menemukan situs[1] yang menganjurkan adzan melepas kepergian haji. Ternyata benar, ada dalilnya. Hadis riwayat Bukhari & Muslim. Tapi tunggu dulu, pembahasan belum selasai. Jika anda perhatikan hadis tersebut, terlalu jauh jika dipahami sebagai dalil anjuran mengadzani jamaah haji. Sama sekali gak nyambung. Kecuali jika dipaksa-paksakan.

Dan seperti ini telah menjadi prinsip sebagian orang. Dia memiliki pendapat yang tidak sesuai syariah, selanjutnya dia cari-cari dalil yang bisa mendukung pendapatnya. Jika tidak mendukung, maka dipaksa mendukung. Sehingga urutannya, punya pendapat dulu, baru cari dalil. Allahu akbar, jelas ini pemerkosaan terhadap dalil. Seharusnya, berlajar dalil dulu, kemudian berpendapat sesuai dalil.

Dari situs itu, bisa kita simpulkan, ada dalil yang menganjurkan mengadzani jamaah haji,

Pertama, hadis dari Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan kisah perjalanannya bersama rekan sekampungnya, belajar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِي، فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، وَكَانَ رَحِيمًا رَفِيقًا، فَلَمَّا رَأَى شَوْقَنَا إِلَى أَهَالِينَا

Saya mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama serombongan pemuda dari kaumku. Kami tinggal di kota beliau 20 hari. Beliau orang yang sangat kasih sayang, dan lembut. Ketika beliau melihat kami mulai kangen dengan keluarga, beliau berpesan,

ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ، وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، وَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ، فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ، ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

Kembalilah ke keluarga kalian, ajari mereka dan perintahkan mereka (untuk masuk islam). Lakukanlah shalat sebagaimana kalian melihatku shalat. Apabila datang waktu shalat, hendaknya salah satu diantara kalian melakukan adzan, kemudian yang paling tua menjadi imam. (HR. Bukhari 6008 & Muslim 674).

(Baca Juga Terkait : Umroh Murah 2018)

Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, ”Kami para pemuda yang usianya sepantaran.”

Anda bisa perhatikan, kira-kira, perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan adzan, itu perintah karena apa?

Jawabannya, karena tiba waktu shalat wajib. Dan ini sangat jelas dinyatakan dalam teks hadis: ”Apabila datang waktu shalat, hendaknya salah satu diantara kalian melakukan adzan”. Karena itu, ulama menganjurkan bahwa ketika datang waktu shalat wajib, hendaknya seseorang melakukan adzan, meskipun dia sedang musafir. Kemudian melakukan jamaah bersama rombongan, jika tidak mampir masjid. Karena perjalanan masa silam, melintasi padang pasir, sehingga mereka shalat berjamaah di tengah perjalanan yang jauh dari perkampungan. Karena itu, imam Bukhari membuat judul bab untuk hadis ini dengan pernyataan,

بَابُ مَنْ قَالَ: لِيُؤَذِّنْ فِي السَّفَرِ مُؤَذِّنٌ وَاحِدٌ

Bab, pendapat ulama: Dalam Safar, Hendaknya ada Orang yang Beradzan. (Sahih Bukhari)

Artinya, ketika rombongan musafir menjumpai waktu shalat, salah satu mereka melakukan adzan untuk shalat jamaah. Karena itu, tidak mungkin dipahami sebagai dalil anjuran untuk mengadzani jamaah haji. Terlalu dipaksakan.

Kedua, hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, yang menceritakan perjalanan haji wada’ bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat berangkat haji, sebelum masuk kota Mekah, beliau singgah di Saraf. Di tempat ini, Aisyah menangis karena mengalami haid, sehingga beliau tidak bisa Umrah untuk tamattu’. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya, beliau bersabda,

فَلَا يَضُرُّكِ، فَكُونِي فِي حَجِّكِ، فَعَسَى اللهُ أَنْ يَرْزُقَكِيهَا

Tidak masalah, niatkan untuk haji. Semoga Allah memberimu kesempatan untuk Umrah.

Aisyahpun melaksanakan ibadah haji, hingga hari kegiatan di Mina. Ketika itu, Aisyah mendapatkan suci haid. Kemudian beliau melakukan Thawaf ifadhah. Selesai haji, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam singgah di al-Muhashab, lalu beliau menyuruh Abdurrahman bin Abu Bakr untuk mengantarkanku ke Tan’im dalam rangka mengambil miqat untuk Umrah.

Seusai Umrah, saya mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di kemahnya. Beliau bertanya,

«هَلْ فَرَغْتِ؟» قُلْتُ: نَعَمْ،

”Kamu sudah selesai?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

”Ya, jawabku.”

Kata A’isyah,

فَآذَنَ فِي أَصْحَابِهِ بِالرَّحِيلِ، فَخَرَجَ فَمَرَّ بِالْبَيْتِ فَطَافَ بِهِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَدِينَةِ

Kemudian beliau mengadzankan kepada para sahabatnya untuk berangkat. Kemudian beliau keluar, lalu melewati Ka’bah dan beliau thawaf Wada’ sebelum subuh. Kemudian beliau pulang ke Madinah. (HR. Muslim 1211).

Di situ ada lafadz,

فَآذَنَ فِي أَصْحَابِهِ بِالرَّحِيلِ

mengadzankan kepada para sahabatnya untk berangkat.

Kalimat ini dijadikan alasan, anjuran mengadzami jamaah haji. Dan jelas ini pemaksaan, karena:

  1. Kata aadzana di situ artinya adalah mengumumkan. Bukan adzan penanda datangnya shalat.
  2. Ini terjadi di ujung perjalanan haji, sebelum melakukan thawaf wada’. Sehingga tidak ada hubungannya dengan keberangkatan haji. Jika dianjurkan adzan untuk jamaah yang mau berangkat haji, seharusnya dilakukan di Madinah.

Karena semua alasan ini, para ulama menilai adzan untuk perpisahan dengan jamaah haji sebagai perbuatan yang menyimpang dari ajaran syariat. Dalam kitab Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, penulis menyebutkan daftar kesalahan yang banyak dilakukan masyarakat terkait ibadah haji. diantaranya

الأذان عند توديعهم

Adzan ketika perpisahan jamaah haji.

(Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm. 105)

(Baca Juga Terkait : PAKET HEMAT UMROH MURAH SURABAYA 2018  )

Demikianlah Hukum Adzan Ketika Hendak Safar oiya, mengingatkan Masih ada PROMO Paket UMROH MURAH 2018 untuk keberangkatan Umroh Bisnis Murah 2017
Dan apabila Bapak atau Ibu berkenan untuk bersilaturahmi bisa mengunjungi
Head Office :
Wisma Pagesangan Raya No. 89 Surabaya

(Selatan Masjid Agung Surabaya)

Open chat
1
Klik Tombolnya Lagi